Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kalsel melaporkan ada 7 warga Banua yang mengalami ancaman hukuman mati di Arab Saudi. Mereka adalah Abdul Azis, Ahmad Zizi Hartati, M Mursyidi, Saiful Mubarak bin H Abdullah, dan Sam'ani Bin M Niyan yang tinggal di Hulu Sungai Utara (HSU). Selain itu, Aminah binti H Budi dari Tapin dan Darmawati binti H Tarjani dari Banjar.
Kepala Disnakertrans Kalsel, Djumadi Mas Djaya mengaku sedang mencari keluarga para TKI itu sebagai upaya Pemprov Kalsel membatalkan hukuman mati. Selain itu, mencari keluarga korban untuk mengusahakan pemaafan.
Aziz dan empat TKI dari HSU itu dituduh bersama-sama membunuh warga Pakistan di Arab Saudi, Zubair Bin Hafid Ghul M. Darmawati dituduh membunuh sang majikan. Dan, Aminah dituduh membunuh TKI lain.
Dari penelusuran Banjarmasin Post, diketahui bahwa perbuatan Aziz dikarenakan mengikuti ajakan teman-temannya yang mengeroyok Zubair. Pengeroyokan pada 2006 itu dilakukan karena tidak tahan terhadap perilaku Zubair yang suka memeras dan mencuri barang-barang mereka.
"Dia (Aziz) tidak bisa berkelahi," kata Hamdanah (orangtua Aziz) yang mengaku mendapat cerita itu langsung dari Azis melalui telepon.
Akibat pengeroyokan di dalam gedung di Sib Amir (permukiman) berjarak sekitar satu kilometer dari Masjidil Haram, Makkah itu, Zubair tewas. Jenazahnya juga dikubur di dalam gedung dua lantai berisi tujuh kamar kontrakan itu.
Di gedung itu, Aziz bermukim bersama Rusmini dan lima anaknya, Hj Kamariah (24), Hj Rusdiah (22), H Rafii (19), H Zarkani (17) dan Noor Syifa (6).
Mereka tinggal di kamar di lantai atas, bersama Mursyidi dan istri dan mertuanya (seberang kamar), Ahmad Zizi dengan orangtua dan istrinya serta Syaiful Mubarak bersama istri dan adik iparnya.
"Saya tidak melihat kejadian itu karena berada di kamar bersama Rafii dan Zarkani. Saat itu saya usai menjalani operasi kaki," ujarnya.
Ditanya tentang perilaku Zubair, Rusmini langsung menyahut, "Dia itu orangnya jahat, perampok, pencuri, dan suka meminta duit. Istri orang lain pun diganggu. Kalau lengah, barang kita pasti dicurinya. Dia pernah bilang ada razia, makanya kami pergi. Ternyata, kulkas dan televisi kami diambilnya. Tapi dia bilang dicuri penjahat."
Puncaknya, ketika dia tidak mau mengembalikan handphone milik Mursyidi, perkelahian pun terjadi.
Rasa solidaritas bercampur kejengkelan muncul sehingga Zubair dikeroyok hingga tewas. Jenazahnya dikubur di lantai atas dilapisi dinding semen. Selain kelima pria itu, ada juga warga HSU yang membantu menguburkan. Dia bernama Muhammad Daham.
Imbasnya, mereka ditangkap polisi lalu ditahan. Pada 2008, vonis pun dijatuhkan majelis hakim Mahkamah Makkah kepada mereka
Selain Daham, lima tersangka dapat hukuman mati, sedangkan Daham yang tidak ikut mengeroyok divonis 4 tahun penjara.
Tidak beberapa lama setelah Azis ditahan, anak dan istrinya pulang kampung. Oleh karena itu, mereka baru mengetahui sanksi untuk Azis saat melihat berita di internet.
"Kami juga mendengar, keluarga korban minta ganti rugi 2 juta riyal (sekitar Rp 4 miliar karena saat ini nilai tukar 1 riyal=Rp 2.400). Kami bingung menlematkan. Kami harapkan pemerintah bisa membantu," kata Rusdiah.
Saat dihubungi BPost, Djumadi langsung bersyukur karena keberadaan keluarga TKI asal Kalsel, sudah ditemukan. "Alhamdulillah sudah diketahui. Kami segera menghubungi dan berkomunikasi dengan mereka" ucapnya.
Berbeda dengan informasi yang diperoleh keluarga Aziz, Djumadi mengungkapkan ganti rugi yang diminta keluarga Zubair hanya 1 juta riyal. "Jadi kalau lima (tersangka) ya 5 juta riyal, atau setara Rp 11 miliar," ungkapnya.
Dikatakan Djumadi, Pemprov Kalsel tidak bisa menanggung semua ganti rugi itu. "Kami akan terus mengoptimalkan dengan keluarga dan pemerintah pusat untuk mengusahakan penyelesaian masalah ini," katanya.
Sumber: Tribun news
Komentar
Posting Komentar